Reformasi Pendidikan dan
Terobosan untuk Lulusan SMA Berbakat
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2017 menjadi
titik tolak untuk melakukan reformasi pendidikan nasional. Seperti dinyatakan
oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, bahwa reformasi itu dimulai tahun ajaran baru
2017-2018.
Reformasi ditekankan untuk merubah durasi waktu
sekolah seperti jam kerja guru dan jam
belajar murid. Kegiatan belajar mengajar di sekolah akan diselenggarakan
minimum delapan jam dalam sehari namun ditiadakan pada Sabtu dan Minggu. Pada
hari Sabtu dan Minggu, sekolah tidak boleh menyelenggarakan kegiatan belajar
mengajar namun tetap boleh menjalankan kegiatan-kegiatan tambahan seperti
ekstrakurikuler, pramuka, atau latihan kepemimpinan.
Mata pelajaran SD dan SMP akan dikurangi. Sekolah
harus dibikin luwes, mata pelajaran juga tidak perlu terjadwal secara kaku
karena yang terpenting sesuai dengan kebutuhan atau tujuan yang dicapai dalam
proses belajar mengajar itu. Perlu ditambah
kegiatan di luar ruang kelas seperti mengunjungi museum,obyek atau
lembaga Iptek, ekowisata atau laboratorium alam, dan perpustakaan agar mata
pelajaran yang diberikan di kelas bisa lebih dihayati.
Ø Euro Management
Indonesia sebagai konsultan pendidikan internasional melihat
bahwa tantangan berat reformasi pendidikan dan membangun karakter siswa karena
masih banyak lingkungan sekolah dengan kondisi bangunan yang tidak nyaman dan
halaman yang sempit.
Demi suksesnya
reformasi dan untuk membentuk karakter unggul siswa, tidak harus melalui metode
indoktrinasi yang kaku. Membentuk karakter dan sikap positip para siswa perlu
merubah metode pengajaran sehingga siswa merasa riang gembira dan terbuka
imajinasinya dalam menerima pelajaran. Jangan ada lagi siswa merasa tertekan
saat menerima mata pelajaran apapun. Mata pelajaran yang dianggap momok,
seperti Matematika, IPA dan bahasa asing dibuat tidak lagi menakutkan dan tidak
menjemukan.
Perlu membenahi
karakter siswa sesuai dengan semangat jaman yakni pentingnya daya inovasi.
Seperti yang pernah dirumuskan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hajar
Dewantara. Dimana siswa harus terus menerus menghasilkan inovasi dengan cara 3
N (Niteni, Neroke, Nambahi). Metode 3N
yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara sangatlah relevan untuk membentuk karakter
siswa terkait dengan kemajuan jaman yang sangat ditentukan oleh kapasitas
inovasi. Metode 3N yang memakai istilah bahasa Jawa tersebut sangat relevan
bagi pelajar hingga dunia usaha.
Para siswa
diharapkan selalu memperhatikan unsur N yang pertama yakni “Niteni” atau
mengamati kemajuan teknologi atau perkembangan produk. N yang kedua adalah
“Neroke” atau menirukan kemajuan teknologi atau perkembangan produk. Lalu unsur
N yang ketiga adalah “Nambahi” atau menambahkan (modifikasi). Metode 3N diatas
sebaiknya ditanamkan kepada para siswa sekolah dengan cara-cara yang
mengasyikan dan penuh ceria seolah mereka sedang berwisata.
Kondisi
lingkungan sekolah yang ada sekarang ini kebanyakan kurang ramah lingkungan dan
kurang nyaman untuk mengembangkan daya imajinasi siswa. Mestinya pendidikan
dasar dan menengah memiliki lingkungan belajar yang nyaman dan ramah
lingkungan. Saatnya menghilangkan conformity atau penyeragaman pendidikan dasar
dan menengah lalu memberikan nuansa yang lebih bersahabat dengan alam,
mengedepankan aspek kebudayaan lokal serta bersendikan daya imajinasi.
Para guru
diarahkan untuk merangsang siswa dengan cara membuat proyek ilmiah sederhana
setelah pelajaran teori. Metode eksperimental menuntut para guru dan pengelola
sekolah untuk lebih kreatif dan inovatif guna memperoleh modul-modul proyek
ilmiah sederhana beserta informasi pendukungnya.
Ø Reformasi pendidikan
memerlukan terobosan terkait dengan kondisi lulusan SMA berbakat yang tidak
terserap oleh perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta
(PTS) karena kapasitas atau rasio kursi dan jumlah dosen untuk prodi tertentu masih kurang.
Melihat angka Hasil Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2017 kita bisa melihat masih banyak siswa berbakat yang tentunya tidak bisa masuk prodi yang diinginkan.
Jumlah peserta
yang dinyatakan lulus seleksi pada 78 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se
Indonesia sebanyak 101.906 siswa. Jumlah tersebut merupakan hasil seleksi yang
dilakukan oleh Panitia Pusat dari jumlah
pendaftar sebanyak 517.166 siswa.
Perlu terobosan
yang menjadi pelengkap atau penunjang reformasi pendidikan. Yakni memberikan
jalan yang seluas-luasnya kepada lulusan SMA berbakat untuk belajar di
perguruan tinggi terkemuka di luar negeri. Berbagai skema pengiriman siswa
berbakat perlu dibuat, dari skema beasiswa dari negara lewat LPDP, beasiswa
pemerintah daerah maupun pengiriman secara mandiri oleh para orang tua yang
memiliki kemampuan dana.
Perlu napak
tilas program pengiriman siswa lulusan SMA terbaik dari seluruh Indonesia, untuk
belajar di negara maju, yakni di Eropa, Amerika, Jepang dan Australia. Program
diatas adalah sucsess story Program Beasiswa Habibie di Bawah Kementrian Riset
dan Teknologi Periode 1992-1996, tentunya perlu diadopsi lagi sesuai dengan
kondisi terkini.
Sungguh tidak
adil jika tunas-tunas muda berbakat tersebut kehilangan kesempatan untuk
menjadi SDM bangsa yang hebat. Apalagi Indonesia sebenarnya baru sedikit
mengirimkan pelajarnya ke luar negeri.
Sungguh ironis,
dengan jumlah penduduk pada 2016 sebesar 257,9
jiwa, hanya sekitar 60 ribuyang
belajar ke luar negeri. Suatu rasio yang timpang jika dibanding dengan negara
lain.
Pengiriman
siswa/mahasiswa ke luar negeri, adalah salah satu wujud kepedulian negara dan
masyarakat dalam peningkatan kualitas SDM. Bahkan negara-negara besar seperti
Inggris, Jerman, Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok; membuka kesempatan dan
memberikan fasilitas pada mahasiswa atau pelajar yang berminat studi ke luar
negeri, bahkan ke negara berkembang. Tujuannya adalah untuk mempelajari budaya,
memelihara hubungan bilateral, atau untuk kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Sebagai
gambaran, menurut survey dari Institute of International Education (IIE),
rata-rata pertumbuhan mahasiswa yang datang untuk belajar di Amerika Serikat mencapai
delapan persen pertahun. Sebagian besar,
65 persen dibiayai secara pribadi, 19 persen dibiayai dari beasiswa yang
ditawarkan oleh universitas di Amerika, 8 persen dari pemerintah asal, dan
sisanya sebesar 8 persen berasal dari sumber-sumber lain. Prosentase diatas
didominasi oleh pelajar dari Tiongkok, India, dan Korea Selatan, yang jumlahnya
mencapai lebih dari 50 persen dari total mahasiswa asing yang belajar di negara
tersebut.
Jumlah mahasiswa asal Tiongkok
mencapai sepertiga dari seluruh mahasiswa internasional di AS dan mengalami
peningkatan lima kali lipat sejak 2000. Mahasiswa Tiongkok makin banyak yang
menempuh pendidikan di luar negeri karena dipersiapkan secara matang oleh
pemerintahnya, antara lain dengan memperbanyak SMA internasional dimana
murid-muridnya memiliki target untuk belajar di luar negeri.
Atas perhatian dan kerjasama antara
Euro Management Indonesia dan rekan-rekan jurnalis media massa, baik media
cetak maupun elektronik, kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Jakarta, 29 April 2017
Pendiri Euro
Management Indonesia
Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA