KONFERENSI PERS
MENYAMBUT HARI
KEBANGKITAN NASIONAL TAHUN 2016
“Kebangkitan Bangsa dengan Memaksimalkan Bonus Demografi
Menuju SDM Canggih & Unggul Indonesia 2030”
Kebangkitan
nasional menjadi ambisi dan visi para pemimpin pemerintahan dari waktu ke waktu.
Begitupun para Presiden RI memiliki kiat atau mahzab tersendiri untuk
muwujudkan kondisi kebangkitan bangsa. Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf
Kalla memiliki kiat tersendiri untuk menuju kebangkitan nasional. Karena latar
belakang kedua tokoh bangsa ini adalah saudagar atau pedagang, tentunya visi
kebangkitan nasional tersebut diwarnai
strategi ala saudagar.
Esensi
dari gerakan kebangkitan nasional adalah melakukan transformasi terhadap
bangsa. Khusunya transformasi demokratik dan daya saing SDM bangsa. Pada era
kepemimpinan Bung Karno api Kebangkitan nasional terus menyala-nyala membakar
semangat setiap warga bangsa. Tak bisa dimungkiri Bung Karno adalah promotor
kebangkitan nasional yang handal.
Peringatan
Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-108 tahun 2016 hendaknya bisa
menyadarkan rakyat tentang arti dan makna kebangkitan nasional yang esensial.
Negeri ini membutuhkan pemimpin yang otentik semacam Wahidin Soedirohoesodo,
Soetomo, Soerjadi Soerjaningrat, dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Selain itu juga
dibutuhkan tokoh bangsa yang mampu menggerakkan segenap potensi bangsa untuk
bangkit dan tinggal landas dalam berbagai sektor kebangsaan. Pemimpin pusat dan
daerah harus mampu merubah kondisi inferior menjadi sebuah gelora rallying cry
atau semangat kebangsaan yang menjadi energi untuk tinggal landas menuju
kemajuan.
Visi
kebangkitan nasional ala saudagar tersirat dalam langkah dan kebijakan
pemerintahan Jokowi yang tertuang dalam 12 paket kebijakan ekonomi. Setumpuk
paket itu esensinya adalah memperlancar kegiatan para pengusaha yang notabene
adalah saudagar berbagai kelas. Sederet paket tersebut juga diharapkan bisa
membangkitkan saudagar lokal berlabel UMKM dan mencetak saudagar muda
intelektual yang berjiwa kreatif dan inovatif.
Paket
Kebijakan Ekonomi Pemerintah Jokowi ke-12 yang diumumkan 28 April 2016 berfokus
kepada mempermudah aktivitas UMKM. Dengan sederet paket ekonomi tersebut Jokowi
berambisi menaikkan peringkat Ease of
Doing Business(EODB) atau Kemudahan Berusaha Indonesia hingga ke posisi 40
dunia. Untuk itu harus dilakukan sejumlah perbaikan, bahkan upaya ekstra, baik
dari aspek peraturan maupun prosedur perizinan dan biaya, agar peringkat
kemudahan berusaha di Indonesia, terutama bagi UMKM.
Visi kebangkitan nasional ala saudagar
sesuai dengan teori pakar ekonomi David Mike Dallen yang menyatakan bahwa suatu
negara akan bangkit dan terwujud
kemakmuran bila jumlah pengusaha sedikitnya dua persen dari jumlah
penduduknya. Sebagai contoh, jumlah pengusaha di Singapura telah mencapai 7,2
persen Malaysia 5 persen, dan Thailand 4,5 persen. Dengan demikian untuk
mencapai kebangkitan dan kemakmuran di Indonesia perlu meningkatkan sepuluh
kali lipat atau mencetak sekitar 7 juta pengusaha lagi.
Pengalaman
di Amerika Serikat menunjukan hampir
seluruh perguruan tinggi mempunyai program khusus untuk mendorong kewirausahaan
sehingga mampu mencetak pengusaha muda yang tangguh. Menurut data statistik 30
persen dari semua wirausahawan di Amerika Serikat berusia sekitar 30 tahun atau
dikategorikan sebagai kaum muda.
Visi kebangkitan nasional ala saudagar
juga terartikulasi dalam pembangunan berbagai infrastruktur yang penting bagi
kegiatan ekonomi. Sayangnya pembangunan infrastruktur tersebut kurang terkonsep
dengan baik dan terlihat tergesa-gesa tanpa disertai strategi transformasi
teknologi dan persiapan SDM berkompeten yang matang. Akibatnya beberapa
infrastruktur yang dibangun kurang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
industri lokal dan perluasan kesempatan kerja. Bahkan pembiayaan infrastruktur
yang bertumpu kepada utang itu terlihat tidak disertai dengan aspek pengawasan
kualitas bangunan dan kinerja struktur yang baik.
Apalagi
pembangunani infrastruktur di pusat maupun daerah banyak mengandung sederet
masalah teknis, sosiologis maupun ketidakpastian hukumnya. Pemerintah Jokowi
harus cepat mengatasi berbagai kasus proyek infrastruktur yang berkualitas
rendah. Celakanya hingga kini negeri ini juga kekuranganSDM yang memiliki
kompetensi dibidang Quantity Surveyor yang tugas profesinya menyangkut
perhitungan dan analisa biaya proyek infrastruktur. Selain itu pembangunan
berbagai proyek infrastruktur kurang melibatkan aspek audit teknologi yang
bertujuan untuk mengendepankan kepentingan komponen lokal dan melibatkan
seluas-luasnya tenaga kerja lokal serta menekan sedikit mungkin tenaga kerja
asing (TKA).
Esensi
Kebangkitan Nasional tidak bisa dijalankan secara “hantam kromo” atau serta
merta begitu saja. Tetapi membutuhkan milestones bangsa dan strategi
transformasi. Ada baiknya membandingkan visi kebangkitan nasional ala saudagar
dengan visi ala teknolog. Visi kebangkitan nasional ala teknolog terwakili
dalam strategi transformasi BJ Habibie yang terartikulasikan kedalam tajuk
tinggal landas dan alih teknologi. Yakni lewat pembangunan SDM teknologi yang
sangat aprogresif dengan jalan pengiriman lulusan SMA terbaik dari seluruh
pelosok negeri untuk kuliah di pusat peradapan dunia dan pusat iptek di negara
maju. Untuk menuju tinggal landas BJ Habibie mengedepankan kekuatan kapasitas
otak "one million mega-bytes" dari SDM bangsa.
Ada
benang merah visi kebangkitan nasional antara Bung Karno, BJ Habibie dan
Jokowi. Visi ketiganya bertemali dalam karakter ascensionisme bangsa yakni
sifat dan kecenderungan akan hal-hal yang besar, unggul dan megah. Visi Bung Karno ditangkap dan disesuaikan
dengan kemajuan jaman oleh BJ Habibie.
Salah
satu contoh visi dan konsep Bung Karno terlihat dalam pembangunan Ibukota
negara dengan berbagai monumen, termasuk Mesjid Istiglal, Gelora Bung Karno
(GBK) dan lainnya. Hal itu merupakan usaha mega-estetik Bung Karno dalam memberikan baju budaya untuk membangun
national character building.
Pada
sisi BJ Habibie, kecenderungan ascensionisme ini terartikulasikan dalam sebuah
visi penguasaan hi-tech atau teknologi tinggi. Langkahnya untuk mendirikan
wahana industrialisasi berbasis hi-tech dan pusat iptek degan strategi yang
sangat progresif yakni berawal dari akhir dalam alih teknologi searah dengan
visi Bung Karno. Puncak dari artikulasi visi Presiden RI ketiga dimanifestasikan
kedalam Hakteknas (Hari Kebangkitan Teknologi) sebagai tonggak kebangkitan
nasional kedua.
Makna
dan semangat Hari Kebangkitan Nasional pada saat ini diwarnai kelangkaan budi
utomo dikalangan elite bangsa. Budi utomo dalam bahasa Sansekerta berarti
perilaku baik atau budi pekerti yang luhur. Ironisnya, gerakan reformasi yang
mengakhiri kekuasaan Presiden Soeharto justru menghasilkan elite bangsa yang
belum mampu mentransformasikan bangsa ini menjadi unggul dengan nilai-nilai
kebangsaan yang kokoh. Kualitas dan kepribadian elite politik pada era revolusi
kemerdekaan ternyata lebih baik. Sehingga mereka mampu melakukan perubahan
cepat dengan energi kebangsaan yang menggelora. Mentalitas dan kepribadian
elite politik pada era kemerdekaan bangsa sangat berbeda dengan elite politik
pada saat ini.
*) Pengurus Pusat IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar