Pendidikan untuk Maju
Naskah: Elly
Simanjuntak
Foto: Fikar Azmy
Bangsa Indonesia adalah
bangsa besar. Penduduknya sekitar 255 juta jiwa dan menduduki urutan ke-4
terbesar di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat.
Faktanya, generasi muda
yang menuntut ilmu kuliah di Negara-negara maju di pusat-pusat peradaban dunia
ternyata sangat sedikit. Sementara, Malaysia penduduknya sekitar 30 juta jiwa, mahasiswa
yang sedang menuntut ilmu sekarang ini ada sekitar 60.000 pelajar. Sedangkan mahasiswa
Indonesia yang belajar di Negara-negara maju hanya sekitar 60.000 orang. Korea
Selatan yang penduduknya juga sama dengan Malaysia sudah memiliki 120 ribu
pelajar tersebar di berbagai Negara.
“Sedih dan miris
bercampur aduk di hati saya. Sebab, saya merasakan sendiri bahwa program pengiriman
anak muda Indonesia sangat besar dampaknya bagi peningkatan kualitas SDM. Saat
itulah muncul gagasan saya untuk berinvestasi di bidang pendidikan dengan
mendirikan sebuah konsultan pendidikan Euro Management Indonesia yang hingga
kini sukses mengirimkan ribuan tamatan SMA
untuk belajar ke Negara-negara maju seperti Jerman, Prancis, Belanda,
Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang.” Ujar Presiden Direktur Euro
Management yang pernah mendapat beasiswa Science and Technology for Industrial
Development (STAID) 1 Menristek BPPT BJ
Habibie ini serius. Indonesia bisa dibilang masih tertinggal dalam mengirimkan
mahasiswa Indonesia ke berbagai Negara maju.
Perlu
Dukungan Pemerintah
Persoalan pendidikan di
Indonesia saat ini sangat memprihatinkan, sementara Negara yang kaya akan
sumber daya ala mini semakin dikuasai pihak asing. Tenaga professional yang
ahli dalam berbagai bidang masih minim, sementara tantangan Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA) sudah berlangsung. Peraih Master of Bussiness Administration
Fachhochschule Pforzheim, Jerman, jurusan International Marketing &
Management tersebut melanjutkan “Banyak manfaat yang akan didapatkan jika kuliah
di luar negeri. Tidak hanya ilmu pengetahuan, tapi juga mental, percaya diri,
kemandirian, dan keberanian semakin tinggi. Itulah yang dibutuhkan bangsa
Indonesia untuk maju bersaing di tingkat global dengan Cina, Malaysia, Kamboja,
Vietnam dan lain-lain. Apalagi, di tengah MEA persaingan semakin ketat, seluruh
masyarakat ASEAN sekarang bisa masuk ke Indonesia untuk bekerja dengan ijazah
dari berbagai Negara di dunia.”
Bimo pun memiliki
komitmen untuk mendrive pemerintah dan seluruh stake holdernya, agar terus
mengirimkan siswa-siswi tamatan SMA kuliah ke Negara-negara maju. Di era BJ
Habibie dulu dengan uang masih terbatas bahkan pinjaman, masih bisa mengirim
siswa pelajar ke berbagai Negara. Karena dia mempunyai visi untuk mengirimkan
siswa-siswanya tamatan SMA ke luar negeri. Saat ini, Indonesia sudah semakin
maju, informasi maupun komunikasi mudah diakses, uang ada dan biaya kuliah juga
tidak mahal. Bahkan, ada yang free hanya menanggung biaya hidup, lalu bisa
kerja freelance. Jadi, mengapa tidak kita mengirimkan ribuan orang kuliah
belajar di Negara-negara maju?
Ketua Ikatan Alumni
Program Habibie (IABIE) yang telah mengambil program doctoral di bidang
management Universitas Indonesia ini berkata “Saya ingin terus berjuang
mengirimkan ribuan orang Indonesia untuk kuliah
di Negara maju melalui Gerakan Indonesia 2030 dengan tema ‘Sejuta
Indonesia di Jantung Dunia’. Saya yakin bangsa ini akan maju karena banyak
orang Indonesia yang pintar dan tinggal diberikan akses saja. Agar ada BJ
Habibie lainnya bermunculan di Tanah Air.”
Visi misi IABIE sendiri
adalah mensinergikan kekuatan bangsa ini dengan 4000 alumni, agar bisa
berkiprah di level internasional. “Apalagi alumni kami banyak yang memiliki keahlian,
seperti pencipta rudal, kapal selam tanpa awak, jaket kanker dan lainnya. Mengapa
kita tidak bersatu padu bekerja sama untuk menghasilkan dan menciptakan banyak
hal yang berguna dan membanggakan Negara? Termasuk menggaungkan kembali program
beasiswa melalui sistem advokasi kepada pemerintah untuk bisa tetap diteruskan,”
paparnya.
Tidak
Perlu Takut
Para orangtua menurut
Bimo tidak perlu merasa takut, jika anak-anak kemudian tertarik mengambil pendidikan
S1 di luar negeri. BJ Habibie, Wardiman Djojonegoro dan tokoh lainnya setamat
SMA dulu langsung berani kuliah di berbagai Negara di Eropa dan Amerika. “Ketika
BJ Habibie menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi, dikirimkan sekitar 2000
anak SMA terbaik bangsa termasuk saya ke berbagai Negara seperti Jerman,
Prancis, Inggris, Belanda, Jepang, Austria maupun Kanada. Setelah kembali ke
tanah air, saya hampir tidak pernah lihatada yang berubah baik secara berpikir,
mental, atau ekstrimnya jadi tidak percaya kepada Tuhan. Kalau memang mungkin
ada, saya pikir itu tidak signifikan terjadinya. Jadi, mayoritas berjalan baik,
bahkan mereka berubah lebih dewasa, mandiri dan beriman.” Ungkap pria yang
memperoleh Bachelor of Science in Aerospace Engineering (Cumlaude) di North
Carolina State University Amerika ini seraya tersenyum.
Biasanya mahasiswa
Indonesia rata-rata itu hampir 99% pulang kembali ke Tanah Air, tidak seperti
India, Cina, atau Timur Tengah, mereka cenderung senang merantau. Tentunya perlu
ada pembekalan mental, karakter, budaya, bela Negara, maupun peningkatan
keimanan dari pihak ornagtua, “Usia 18 tahun saya pikir sudah pas dan matang
untuk menuntut il,u ke luar negeri. Sebaiknya tidak di baawah tingkat SMA dan
saya tidak sepakat kalau pengiriman mahasiswa dilakukan setelah tamat S1 di dalam
negeri. Waktu yang tepat adalah tamat SMA karena sudah masuk ke usia dewasa dan
mandiri.
Bahkan, di luar negeri
sendiri anak umur tersebut sudah bisa mengambil keputusan sendiri. Selanjutnya dalam
mempelajari berbagai bahasa penyerapannya akan lebih mudah dan cepat. Belum menikah
dan tidak ada beban keluarga serta leluasa untuk bersosialisasi dengan
masyarakat setempat. Mereka tak hanya menyerap ilmu pengetahuan tapi juga
budaya dan cara berpikir. Lalu pendidikannya bisa berlanjut terus meningkat ke
jenjang S2 dan S3.” Sambung Bimo.
Edukasi
Terus-Menerus
Berbagai kendala dalam
bisnis ini pun dialaminya. Seperti dari sisi internal, bagaimana melayani
costumer, membuat program yang cocok dengan murid dn program bahasa yang unggul
serta efektif dalam waktu yang terbatas. Sementara kendala eksternal adalah
lebih ke arah bagaimana mengubah mindset cara berpikir orangtua dan anak-anak
yang masih merasa ketakutan untuk belajar di luar negeri. Hal ini membutuhkan
proses panjang untuk mengedukasi dan dukungan dari pemerintah sangat
diperlukan.
Bimo menyarankan
pemerintah perlu membuat program b easiswa yang dibiayai dengan seleksi ketat. Tamatan
SMA yang cerdas, pintar, bermental baik dan memiliki nasionalisme bisa dikirim
sekolah ke luar negeri. “Baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, seperti
gubernur, walikota, kementerian-kementerian, BUMN, bank-bank nasional,
institusi-institusi social, maupun partai politik. Dan bisa juga didukung
dengan pinjaman lunak dari perbankan. Saya yakin 20 tahun lagi bangsa Indonesia
akan maju,” ujar pria yang selalu haus untuk belajar terus-menerus ini serius.
Tak hanya belajar ke
luar negeri, Euro Management juga menyadari penguasaan bahasa asing seperti Inggris,
Jerman, Prancis, dan lainnya harus dikuasai oleh masyarakat Indonesia. Termasuk
insane jurnalis, pelajar SMA dan mahasiswa perguruan tinggi negeri maupun
swasta. Mereka memang ada yang sudah menguasai bahasa asing tapi tidak banyak. Padahal
kedepannya bahasa asing, Inggris, Jerman, Prancis dan lainnya sangat dibutuhkan
untuk dikuasai. Euro Management pun peduli akan keadaan ini dan akhirnya lewat
program CSR bisa memberikan kursus gratis bahasa asing kepada wartawan, siswa
SMA maupun mahasiswa perguruan tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar