OLEH BIMO SASONGKO
Kongres Diaspora Indonesia ke-4
di Jakarta dihadiri oleh Presiden Amerika Serikat ke-44 Barack Obama. Tujuan
utama kongres adalah untuk menghimpun potensi yang dimiliki para diaspora
Indonesia agar bisa memberikan nilai tambah dan pemikiran strategis bagi pembangunan
di Tanah Air.
Istilah “diaspora” berasal dari bahasa Yunani kuno yang berarti penyebaran atau
penaburan. Dalam konteks pergerakan warga negara, diaspora merujuk pada
penduduk yang menetap di negara lain karena berbagai faktor, misalnya mencari
penghidupan yang lebih baik. Dalam perkembangan globalisasi, diaspora menjadi
kekuatan ekonomi baru bagi suatu bangsa.
Kondisi demografi Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan segera
memasuki era bonus demografi mestinya menjadikan bangsa ini memiliki jumlah
diaspora nomor tiga dunia setelah Tiongkok dan India. Peran diaspora sangat
penting untuk ikut memperluas lapangan kerja di Tanah Air dengan cara menangkap
potensi outsourcing global. Potensi tersebut selama ini banyak
dinikmati oleh India dan Tiongkok. Para diaspora dari dua negara tersebut
sangat gigih merebut potensi outsourcingglobal untuk diarahkan ke
negaranya.
Untuk mewujudkan hal di atas perlu mengoptimalkan langkah Indonesian Diaspora
Network Global (IDNG). Saatnya para diaspora bersinergi mengarahkan rezeki
globalisasi outsourcing ke Tanah Air. Untuk itu pemerintah
harus memiliki sistem dan regulasi yang baik disertai dengan pengembangan SDM
sejak dini.
Khususnya sejak di bangku sekolah menengah diperkenalkan dengan bidang-bidang
yang dibutuhkan outsourcing global. Biasanya para diaspora
lebih adaptif dan menguasai potensi outsourcing yang dilakukan
oleh perusahaan multinasional.
Apalagi Presiden Jokowi memberi perhatian serius terhadap pengusaha alih daya
atau outsourcing. Untuk itu disiapkan program untuk mengembangkan
lebih luas industri jasa termasuk outsourcing sebagai salah
satu program unggulan pemerintah. Hal itu mengingat jumlah angkatan kerja yang
kian bertambah dari tahun ke tahun.
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah angkatan kerja di Indonesia
tahun 2016 mencapai angka 127,8 juta jiwa. Jumlah pengangguran akan mengalami
penurunan yang berarti berkat outsourcing. Dengan itu para fresh graduate juga
mendapatkan pelatihan kerja secara insentif sebelum disalurkan ke perusahaan
rekanan.
Pelaku usaha outsourcing hendaknya jalankan bisnisnya sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Saatnya
Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) membenahi standar kualifikasi
perusahaan. Juga perlu membentuk regulasi persyaratan pengguna perusahaan outsourcing,
membuat regulasi standardisasi manajemen fee, dan hal teknis
lainnya.
Hal itu agar sistem outsourcing di Indonesia berkeadilan bagi
karyawan, maupun perusahaan demi meningkatkan kesejahteraan bersama. Pemerintah
bersama asosiasi dan organisasi buruh perlu program cepat untuk mengembangkan business
process outsourcing (BPO). Sehingga usaha outsourcing tidak
kalah dengan Negara tetangga seperti Filipina. Negara tetangga ini mampu
mendapatkan peluang usaha tersebut hingga mencapai US$ 25 miliar dalam satu
tahun. Bidang outsourcing yang berpotensi didapat dari pasar
global antara lain sektor grafis, animasi, aplikasi software.
Sektor ketenagakerjaan kini ditentukan oleh perkembangan bisnis global yang
sangat dinamis. Ditandai dengan migrasi tenaga kerja antarnegara. Daya saing tenaga
kerja asing (TKA) yang lebih kompetitif memaksa tenaga kerja lokal harus
meningkatkan kompetensi dan kemampuan berbahasa asing.
Tak bisa dimungkiri perluasan lapangan kerja yang sering dinyatakan oleh
pemerintah merupakan jenis profesi yang rentan dan kurang memiliki prospek dan
daya saing global. Jika dikaji lebih mendalam lagi, ternyata para kepala daerah
kurang mampu merencanakan portofolio profesi yang harus dikembangkan di
daerahnya. Di mana ada jenis profesi kerja yang sudah ketinggalan zaman tetapi
luput dari perhatian.
Sedangkan jenis-jenis profesi yang menjadi kebutuhan dunia di masa depan belum
dipersiapkan secara baik. Pemerintahan dituntut lebih efektif meningkatkan daya
saing tenaga kerja. Apalagi pada era 2020 hingga 2030 terjadi fenomena bonus
demografi, di mana usia produktif penduduk Indonesia mencapai puncaknya.
Bonus demografi harus dipersiapkan dengan berbagai program pengembangan SDM
bangsa terutama bagi kaum buruh. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun
terus meningkat. Bahkan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
memproyeksikan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mendatang
mencapai 305,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 28,6% dari tahun 2010 yang sebesar
237,6 juta jiwa.
Meningkatnya jumlah penduduk pada 2035 tersebut menjadikan Indonesia negara
kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Peningkatan jumlah penduduk
Indonesia tersebut dibarengi dengan meningkatnya penduduk berusia produktif
(usia 15 tahun sampai 65 tahun). Idealnya era tersebut menjadi momentum untuk
mewujudkan produktivitas yang tinggi dan daya saing ketenagakerjaan yang
berstandar global.
Tak pelak lagi outsourcing lintas negara pada saat ini bisa dianalogikan
sebagai potensi ekonomi globalisasi yang sangat besar dan sedang diperebutkan
oleh berbagai negara yang memiliki SDM yang tangguh. India adalah contoh negara
yang mampu merebut potensi global tersebut. Karena SDM di sana dipersiapkan
dengan baik. Utamanya dengan cara spesialisasi ketenagakerjaan dan penguasaan
bahasa asing.
Memajukan usaha outsourcing harus disertai pembenahan SDM
perdesaan. Untuk membenahi SDM perlu terobosan yang luar biasa. Dan berani
banting setir dengan program pembangunan yang ada. Masalah pemerataan
pembangunan yang paling krusial terdapat di perdesaan. Kebangkitan nasional
yang paling esensial adalah dengan cara membangkitkan SDM di perdesaan. Dan
membangkitkan proses nilai tambah terhadap sumber daya alam (SDA) yang tersedia
di masing-masing daerah.
Saatnya membangkitkan SDM di perdesaan, khususnya daerah terpencil atau
kabupaten yang masih terbelakang. Perlu terobosan untuk membangkitakn SDM
perdesaan lewat pendidikan. Seperti yang pernah diinstruksikan oleh Presiden
Joko Widodo kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti, agar
mengirim para lulusan SMK kejuruan perikanan dari daerah terpencil untuk kuliah
di Jepang guna mendalami teknologi budidaya mutiara dan proses nilai tambahnya.
Terobosan memberikan beasiswa ikatan dinas bagi siswa berprestasi dari sekolah
menengah untuk belajar di luar negeri patut diapresiasi dan diperluas.
Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia.
Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar