Kemerdekaan dan Nilai Tambah Raksasa yang Tertidur
Peringatan Hari
Kemerdekaan RI ke-71 perlu menggelorakan rasa optimis warga bangsa. Indonesia
adalah negara besar dengan potensi sumber daya yang luar biasa, namun belum
digarap secara total. Juga belum menampilkan performa yang sesungguhnya.
Kinerja kebangsaan yang dicapai saat ini masih tumbuh dibawah kapasitasnya.
Ibarat pabrik yang memiliki nilai tambah raksasa yang berbasis lokalitas namun
masih tertidur. Sehingga kapasitas yang idle atau belum didayagunakan masih
sangat besar.
Masih tertidurnya
nilai tambah raksasa karena pembangunan SDM untuk mencerdaskan bangsa masih
belum optimal bahkan pada segmen tertentu telah mengalami krisis. Hal tersebut
ditunjukkan dengan indeks pembangunan manusia yang masih memprihatinkan.
Untuk mengatasi itu,
Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya pembangunan SDM lewat pendidikan
vokasional. Itulah yang menjadi program prioritas Kementerian Pendidian dan
Kebudayaan. Sayangnyaprogram prioritas tersebut belum dirumuskan secara detail
sehingga sulit diaplikasikan di level bawah dalam rangka mencetaktenaga
terampil menengah skill labour.
Perlu reinventing
pendidikan vokasional atau kejuruan yang berbasis apprentice untuk membangunkan
nilai tambah raksasa yang tertidur.Esensi nilai tambah lokal adalah berbagai
aspek produksi atau jasa yang berlangsung di Tanah Air dimana proses
pengolahannya menggunakan teknologi dan inovasi sehingga memiliki harga yang
lebih tinggi atau berlipat ganda jika dibandingkan dengan harga bahan
mentahnya. Dan bisa memperluas lapangan kerja. Dengan prinsip nilai tambah yang
genuine, bangsa Indonesia tidak sudi lagi mengimpor bahan mentah tanpa diolah
secara signifikan terlebih dahulu.
Pendidikan
vokasional berbasis apprentice adalah kunci suksesnya industrialisasi dinegara
maju. Sedangkan di Indonesia juga pernah diterapkan sistem Apprentice untuk
memenuhi kebutuhan SDM industri dalam durasi yang singkat. BUMN industri
strategis, seperti industri pesawat terbang PT DI pernah mencetak puluhan ribu
teknisi ahli yang direkrut dari lulusan SMA dan SMK menjadi SDM industri yang
spesifik dan sesuai dengan kebutuhan.
Pembangunan Manusia dan Pendidikan Apprentices
Mencerdaskan
kehidupan bangsa merupakan kewajiban konstitusional yang harus diwujudkan oleh
seluruh komponen bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan esensi
cita-cita Indonesia merdeka yang tertuangdalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 alinea ke-4. Cita-cita mulia tersebut untuk membawa manusia Indonesia ke
dalam suatu keadaan yang dapat meningkatkan
sumber daya manusia Indonesia yang mampu meningkatkan kesejahteraan umum dan
mendatangkan kemakmuran rakyat.
Peringatan HUT
Kemerdekaan RI ke-71 dibayang-bayangi oleh masalah laten yakni masih rendahnya
kualitas manusia Indonesia yang tergambar dalam IPM (Indeks Pembangunan
Manusia). Dan paradoks pengelolaan sumber daya alam karena terus menerus ekspor
bahan mentah dan terjadi salah urus kekayaan negara.
Masih terpuruknya
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia terungkap dalam laporan Program
Pembangunan Perserikatan Bangsa Bangsa (UNDP). Berdasarkan Laporan, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di peringkat ke-110 dari 188 negara
dengan besaran 0,684 atau sama dengan tahun sebelumnya.
Berdasarkan
pengukuran indikator IPM Indonesia pada tahun 2014, angka harapan hidup 68,9
tahun, harapan tahun bersekolah 13, serta rata-rata waktu sekolah yang dijalani
individu berusia 25 tahun ke atas adalah 7,6 tahun. Indeks Pembangunan Manusia
Indonesia masih tampak stagnan.Esensi peningkatan IPM adalah untuk meningkatkan
kapabilitas manusia.
Pada saat ini ada
gejalabahwa wong cilik (rakyat kecil) cenderung mengalami frustrasi sosial. Itu
terjadi karena beberapa faktor yang saling memengaruhi. Antara lain faktor
kemiskinan struktural, lonjakan pengangguran akibat sempitnya lapangan kerja,
ketimpangan sistem pendidikan, dan kondisi harga kebutuhan pokok yang terus
bergerak naik turun seperti rooling coaster.
Frustrasi sosial
adalah tantangan nyata yang harus segera diatasi. Salah satu langkah untuk
mengurangi frustrasi sosial adalah dengan jalan penyelenggaraan seluas-luasnya
pendidikan vokasional nonformal untuk generasi muda yang berpendidikan rendah.
Penyelenggaraan
pendidikan vokasional nonformal itu sebaiknya terkait dengan penyediaan
lapangan kerja dengan prinsip link and match dengan potensi sumber daya
lokal.Perlumerumuskan sistem pendidikan vokasional nonformal yang menekankan
produktivitas dan kreativitas.
Organisasi
pendidikannonformal di tingkat Kecamatan yang selama ini disebut Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat (PKBM) dan di tingkat Kabupaten/Kota yang disebut Sanggar
Kegiatan Belajar (SKB) tidak mampu beradaptasi dengan kemajuan jaman. Perlu
revitalisasi PKBM dan SKB dengan muatan vokasional yang sesuai dengan
perkembangan teknologi.
Sistem Apprentices
sangat cocok untuk membenahi pendidikan vokasional. Selain untuk memenuhi
kebutuhan pasar tenaga kerja dan industri, sistem apprentices juga bisa
meningkatkan daya inovasi dan kreativitas masyarakat sesuai dengan visi pendiri
bangsa. Seperti yang pernah dirumuskan oleh tokoh pendidikan nasional Ki Hajar
Dewantara. Dimana masyarakat harus terus menerus menghasilkan inovasi untuk
mendapatkan nilai tambah dengan Metode 3 N (Niteni, Neroke, Nambahi).
Metode 3N yang
dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara sangatlah relevan untuk membentuk karakter
SDM bangsa terkait dengan kemajuan jaman yang sangat ditentukan oleh kapasitas
inovasi. Metode 3N yang menggunakan istilah bahasa Jawa tersebut sangat relevan
untuk meningkatkan kapasitas inovasi dan nilai tambah lokal bagi masyarakat
hingga dunia usaha. Masyarakat diharapkan selalu memperhatikan unsur N yang
pertama yakni niteni atau mengamati kemajuan teknologi atau perkembangan
produk. N yang kedua adalah neroke atau menirukan kemajuan teknologi atau
perkembangan produk. Lalu unsur N yang ketiga adalah nambahi atau menambahkan
(modifikasi).
Apprenticeship dalam
istilah bahasa Indonesia bisa disederhanakan artinya menjadi pemagangan.
Apprenticeship adalah bentuk unik dari pendidikan kerja, yang mengkombinasikan
pelatihan di tempat kerja dengan pembelajaran berbasis di sekolah, terkait
kompetensi dan proses kerja yang ditentukan secara khusus.
Durasi
apprenticeship biasanya lebih dari satu tahun dan bahkan di beberapa negara
berlangsung selama empat tahun. Pendekatan organisasi buruh sedunia ILO untuk
apprenticeship adalah mekanisme pembelajaran canggih atas dasar saling percaya
dan kerjasama antar pemangku kepentingan yaitu: kaum muda, otoritas
ketenagakerjaan dan pendidikan, pengusaha dan pekerja.
Mengembangkan sistem
apprenticeship di Tanah Air pada saat ini adalah saat yang tepat. Apalagi para
pemimpin pemerintahan dan bisnis di negara anggota G-20 telah menekankan
pentingnya apprenticeship yang bermutu dalam mengatasi masalah pengangguran di
kalangan muda. G-20 Leaders’ Summit telah memberi penekanan lebih jauh tentang
apprenticeship. Karena sistem apprenticeship yang bermutu merupakan kunci dalam
memperkuat daya saing dan produktivitas negara-negara berpenghasilan menengah
ke bawah, seperti halnya Indonesia. (*)
Demikian refleksi
kebangsaan Euro Management Indonsia (EMI)
dalam rangka Hari Ulang Tahun Ke-71 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Terimakasih
Jakarta, 16 Agustus
2016
Bimo Sasongko
Pendiri Euro
Management Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar