PRESS RELEASE
Ramadhan Menuju Kebangkitan Bangsa
Bulan Ramadhan disebut sebagai
syahru tarbiyyah atau bulan penuh hikmah dan pelajaran. Dengan ibadah puasa
diharapkan mampu membuka ruang kesadaran segenap warga bangsa untuk membantu
dan berbagi dengan sesama. Puasa hendaknya menjadi spirit dalam memerangi
ketimpangan ekonomi dan sosial serta membangun peradaban yang unggul lewat
pendidikan berkualitas.
Ramadhan kali ini bertepatan dengan
Peringatan Hari Lahir Pancasila yang jatuh pada 1 Juni. Peringatan melalui peraturan
Presiden.Presiden Joko Widodo tidak hanya menginginkan Pancasila dikenang dan
diperingati atau hanya dilestarikan, tetapi harus benar-benar menjadi realitas
dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia di berbagai bidang kehidupan.
Bulan Ramadhan aadalah saat yang
tepat untuk melakukan persenyawaan antara nilai religius dengan nilai Pancasila
yang relevan pada saat ini. Terutama yang terkait dengan sila kelima Pancasila.
Tak bisa dimungkiri kini ada persoalan krusial terkait upaya nyata untuk mewujudkan
keadilan sosial. Termasuk keadilan untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Pemerintahan perlu memilki konsep
dan strategi yang tepat terkait dengan peta jalan menuju keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Menurut Louis Kelso dan Mortimer Adler, dalam konsep
menuju keadilan ekonomi terdapat tiga prinsip esensial yang bersifat
interdependen, yaitu partisipasi, distribusi, dan harmoni. Ketiganya membentuk
konstruksi keadilan dalam masyarakat. Jika satu di antaranya hilang, niscaya
konstruksi keadilan sosial menjadi runtuh.
Diperlukan peran totalitas negara
sebagai pengendali utama, karena adanya kesenjangan dan distorsi ekonomi dalam
sistem pasar bebas justru menciptakan ketidakadilan dalam dirinya sendiri.
Seperti dikemukakan oleh ekonom dunia Joseph Stieglitz, selalu ada faktor
asymetrical information dalam mekanisme kerja pasar bebas. Yang menyebabkan
kebebasan itu sendiri menjadi tidak adil dalam dirinya sendiri.
Persoalan krusial bangsa Indonesia
kini adalah adanya ketimpangan ekonomi yang serius. Ketimpangan diatas sangat
mencederai esensi sila kelima Pancasila. Pemerintah bersama para cendekiawan
bangsa perlu merumuskan kembali peta jalan menuju keadilan sosial untuk segenap
rakyat Indonesia lewat GBHN. Perlu menghidupkan kembali Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN). Dengan adanya
ketetapan haluan negara ini maka semangat pembangunan bangsa lebih modern dan
progresif.
GBHN pada prinsipnya adalah sebuah
visi pembangunan bangsa. Yang berisi deskripsi lompatan atau langkah-langkah
strategis pembangunan kedepan. Langkah tersebut tentunya ada ukuran dan
standarnya. Hal itu harus relevan dan selaras dengan situasi global.Seperti
misalnya terkait dengan strategi pembangunan dan pertumbuhan bangsa untuk
memperbaiki pendidikan, kesehatan dan kualitas hidup rakyat.
GBHN sektor pendidikan sebaiknya
juga mampu menjadi navigator yang bisa membuka jalan bagi anak muda bangsa untuk menatap
dunia. Keadilan sosial dalam sektor pendikan harus mampu mencetak SDM unggul
hingga kepelosok negeri.
Kita perlu mencontoh keadilan pendidikan
di negera maju seperti Jerman dan Prancis yang selama ini memilki sejumlah
perguruan tinggi terkemuka yang tanpa membayar uang kuliah alias gratis. Kondisi
tersebut bahkan bisa dirasakan oleh warga negara asing.
Sekedar gambaran singkat, jika ada
pemuda Indonesia yang bermaksud belajar di Jerman dan Prancis,para orangtua cukup
membayar untuk biaya administrasi pengurusan studi ke luar negeri. Seperti
konsultasi pemilihan studienkolleg, legalisir dokumen akademik di Kedutaan,
pengurusan tes masuk Studienkolleg di Jakarta dan Jerman. Kemudian pendaftaran
ke perguruan tinggi di Jerman atau Prancis, pengurusan paspor, pengurusan visa
belajar dan lainnya.
Selama ini Indonesia masih kalah dibanding
dengan Malaysia yang telah mengirim 60 ribu orang dari 30 juta jiwa penduduk
Malaysia. Sementara Korea Selatan telah mengirimkan 120 ribu anak mudanya
kuliah di perguruan tinggi favorit di luar negeri dari jumlah penduduk 30 juta
lebih. Tiongkok lebih hebat lagi. Jumlah anak mudanya yang sekolah ke Eropa dan
negara-negara maju lainnya mencapai 1 juta orang.
Reformasi pendidikan yang menjadi program
unggulan pemerintah saat ini memerlukan terobosan terkait dengan kondisi
lulusan SMA berbakat yang tidak terserap oleh perguruan tinggi negeri (PTN)
maupun perguruan tinggi swasta (PTS) karena kapasitas atau rasio kursi dan
jumlah dosen untuk prodi tertentu masih kurang.
Melihat angka Hasil Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2017 kita bisa melihat masih banyak siswa
berbakat yang tentunya tidak bisa masuk prodi yang diinginkan.
Jumlah peserta yang dinyatakan lulus
seleksi pada 78 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se Indonesia sebanyak 101.906
siswa. Jumlah tersebut merupakan hasil seleksi yang dilakukan oleh Panitia
Pusat dari jumlah pendaftar sebanyak 517.166 siswa.
Perlu terobosan yang menjadi pelengkap
atau penunjang reformasi pendidikan. Yakni memberikan jalan keadilan sosial
kepada lulusan SMA berbakat untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka di luar
negeri. Berbagai skema pengiriman siswa berbakat perlu dibuat, dari skema
beasiswa dari negara lewat LPDP, beasiswa pemerintah daerah maupun pengiriman
secara mandiri oleh para orang tua yang memiliki kemampuan dana.
Sungguh tidak adil jika tunas-tunas muda
berbakat tersebut kehilangan kesempatan untuk menjadi SDM bangsa yang hebat.
Sekian.
Atas perhatian dan kerjasama
rekan-rekan jurnalis media massa, baik media cetak maupun elektronik, kami
sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Jakarta, 30 Mei 2017
Pendiri Euro
Management Indonesia
Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA
President
Director & CEO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar