Oleh Bimo Joga Sasongko
Peringatan ke-89 Hari Sumpah Pemuda (HSP) bertema “Pemuda Indonesia
Berani Bersatu.” Data demografi menunjukkan, jumlah pemuda Indonesia sesuai
dengan UU tentang Kepemudaan dengan rentang usia antara 16–30 tahun sebanyak
61,8 juta orang. Jumlah itu 24,5 persen dari total penduduk.
Berani bersatu dalam tema
HSP merupakan salah satu bentuk karakter pemuda yang diperlukan saat ini. Untuk
membentuk karakter pemuda Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.
Dalam Perpres dinyatakan,
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung
jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui
harmonisasi olah hati, rasa, pikir, dan raga. Ini dengan pelibatan dan kerja
sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.
Tujuan PPK membekali
peserta didik guna menghadapi dinamika perubahan masa depan. Juga untuk
merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga
kependidikan, peserta didik, masyarakat, serta lingkungan keluarga dalam
mengimplementasikan PPK.
PPK tidak efektif dan bisa
jadi program ini akan layu sebelum berkembang jika pelaksanaan di lapangan para
peserta didik hanya dijejali dengan doktrin-doktrin yang membosankan.
Pengalaman pada era Orde Baru menunjukkan, doktrin yang kaku dalam pendidikan
moral Pancasila kurang efektif. Bahkan, telah menjadi bumerang karena justru
mendangkalkan nilai-nilai Pancasila dan menyempitkan cakrawala kebangsaan dalam
mengarungi persaingan global dan menggapai kemajuan.
Adalah keniscayaan,
pendidikan karakter siswa yang dilandasi dengan nilai Pancasila memerlukan
proses kreatif dan daya inovatif sesuai dengan kondisi kekinian. Pembentukan
karakter unggul siswa memerlukan waktu belajar yang lebih panjang. Karena para
siswa perlu presentasi diri mengenai gagasan dan ide-idenya di dalam kelas.
Presentasi dari masing-masing siswa perlu dilakukan agar percaya diri dan lebih
memahami pelajaran serta bisa mendorong kreativitas.
Agar PPK bisa efektif dan
tepat sasaran, perlu melibatkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Karena lembaga ini memiliki pengalaman panjang dan konten yang lengkap untuk
mencetak remaja kreatif, inovatif, dan berkepribadian unggul. Sejak awal tahun
80-an, LIPI telah melakukan gerakan mengilmiahkan remaja lewat kelompok ilmiah
remaja (KIR), perkemahan ilmiah remaja, hingga lomba karya ilmiah remaja (LKIR)
dalam berbagai disiplin ilmu.
Perkemahan ilmiah remaja
merupakan kegiatan pembinaan ilmiah kepada siswa untuk memberikan pemahaman
mendasar mengenai metodologi penelitian ilmiah serta etika penelitian. Kegiatan
ini berupa pemberian materi metodologi penelitian dalam kelas bidang Ilmu
Pengetahuan Alam dan Teknik (IPA-Tek) serta Ilmu Pengetahuan Sosial. Kegiatan
ini bertujuan meningkatkan minat dan kemampuan remaja di bidang ilmu
pengetahuan dan penelitian serta membimbing remaja melaksanakan penelitian
ilmiah yang terkait dengan lingkungan sekitarnya.
Gerakan mengilmiahkan
remaja oleh LIPI selama ini melibatkan para guru besar, peneliti senior dan
perguruan tinggi tersebut telah membuahkan karakter remaja yang mencintai ilmu
pengetahuan dan melahirkan pribadi yang ulet dalam persaingan. LIPI memiliki
metode dan pengalaman untuk mendorong para remaja berani mengeluarkan gagasan
cemerlang lalu melakukan presentasi ilmiah tentang karyanya di depan forum dan
publik.
Presentasi siswa tentang
ide dan karya otentik sejak awal tahun 80-an telah menjadi perhatian serius
para guru besar. Seperti Profesor Andi Hakim Nasution, Profesor Mien A Rivai,
dan koleganya lain yang sangat setia menjadi dewan juri lomba ilmiah remaja
baik yang diselenggarakan LIPI maupun Kemendikbud.
Ketua LIPI waktu itu
Profesor Bachtiar Rifai, kemudian dilanjutkan oleh Profesor Dody Tisna Amidjaja
telah mengokohkan karakter ilmiah di kalangan remaja. Begitu juga Menteri
Pendidikan seperti Daoed Joesoef, Nugroho Notosusanto, Fuad Hasan, hingga
Wardiman Djojonegoro juga aktif mengikuti presentasi yang dilakukan oleh para
siswa sekolah menengah. Presentasi seperti telah membuka jalan lahirnya
generasi unggul yang mampu bersaing secara global.
Ruang Kreativitas
Di masa depan, para guru
harus intens membimbing presentasi siswa setelah menyerap pelajaran. Perlu
ruang kreativitas untuk menunjang suksesnya program PPK. Ruang kreativitas juga
digunakan agar siswa lebih menjiwai nilai Pancasila dan kepribadian bangsa,
serta untuk meneladani dan napak tilas keahlian para pahlawan bangsa. Pelajaran
sejarah tidak lagi menjadi angin lalu, namun menjadi objek keteladanan yang
konkrit dan relevan dengan tantangan terkini.
Sejarah Indonesia
sebenarnya banyak berisi contoh karakter unggul, kepemimpinan otentik, jiwa
kesatria, dan kompetensi tinggi. Nilai kepahlawanan tidak hanya rela dan berani
mati dalam memperjuangakan bangsa, tetapi juga banyak melahirkan pahlawan ahli
negosiasi dan diplomasi lewat kemahiran berbahasa asing. Kini, hal tersebut
sangat penting utamanya untuk urusan perekonomian global yang makin kompleks
dan penuh aspek negosiasi.
Persaingan sengit
antarbangsa membutuhkan sosok piawai bernegosiasi dan berdiplomasi setara peran
Haji Agus Salim atau LN Palar era kemerdekaan dulu. Di masa depan Indonesia
membutuhkan generasi jago negosiasi dan diplomasi ekonomi. Ini khususnya
perdagangan dan investasi guna memenangkan persaingan global mengatasi kondisi
“The Great Disruption” yang sering mewarnai dunia.
Para siswa harus lebih
banyak mempelajari dialektika pahlawan bangsa untuk kemajuan. Betapa
mengagumkan, para pahlawan yang sudah berjuang sejak belia. Seperti diperlihatkan
Dokter KRT Radjiman Wediodiningrat pada usia 20 tahun sudah lulus dokter dari
Stovia Batavia dengan prestasi tinggi.
Program PPK berhasil jika
bisa mencetak pemuda santun, cerdas, inspiratif, dan berprestasi. Dalam dekade
terakhir ada kegalauan luar biasa para pemimpin dunia yang lebih dulu mengalami
kemajuan berkat industrialisasi liberal dan kapitalistik. Negara maju seperti
Amerika Serikat sekalipun begitu resah terkait kualitas dan daya saing para
remaja.
Daya saing suatu bangsa
ditentukan kreasi inovasi kaum muda. Ini seperti tergambar dalam kajian lembaga
pendidikan terkemuka Amerika, Harvard Business. Di situ ditekankan perlu
mendorong daya saing kaum muda di bidang sistem inovasi dan produksi.
Kini, saatnya totalitas
membangun ruang kreativitas sekolah. Negeri ini membutuhkan begitu banyak tokoh
muda inovator menuju kejayaan bangsa. Inovasi segala macam disiplin ilmu dan
keanekaragaman budaya.
Penulis Lulusan North Carolina
State University, Amerika Serikat.