PRESS RELEASE
Desentralisasi
Ujian Sekolah,
Wujudkan
Link and Match dalam Pembangunan
Pemerintah
lewat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy meniadakan sementara
atau moratorium Ujian Nasional (UN) terhitung sejak 2017. Langkah diatas patut
diapresiasi dan menjadi momentum untuk menampung pemikiran strategis dari
berbagai kalangan. Demi sempurnanya sistem pendidikan nasional dalam rangka
mencetak generasi emas.
Euro Management Indonesia sebagai
lembaga dan konsultan pendidikan internasionalmemberi catatan penting tentang
desentralisasi ujian akhir atau ujian kelulusan sekolah. Serta kaitannya untuk
mewujudkan link and match dalam pembangunan nasional.
Euro
Management Indonesia menunjukan bahwa penyeleggaraan UN selama ini kurang
efektif untuk mendongkrak kualitas dan memajukan sistem pendidikan.
Penyelenggaraan UN selama ini justru menguras pikiran, dana, dan tenaga semua
pemangku kepentingan. Hal tersebut tidak sebanding dari output UN.
Hakekat
UN adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan upaya persamaan mutu tingkat
pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan
Kemendikbud. UU nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian
mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Bentuk
evaluasi yang dimaksud diatas oleh pemerintah selama ini dilakukan dalam bentuk
UN yang sekaligus digunakan sebagai standardisasi dari pemerintah untuk menguji kelayakan seorang siswa untuk dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi dan sebagai pemerataan pendidikan secara nasional. UN juga
digunakan sebagai pembanding tingkat pendidikan Indonesia dan negara lain.
Ternyata bentuk evaluasi berupa UN selama ini kurang efektif dan justru
membelenggu sistem pendidikan nasional serta memboroskan dana.
Data
statistik menunjukkan bahwa pada saat ini jumlah guru mencapai 3.920.322 orang
yang mengajar sebanyak 53 juta peserta didik atau siswa yang tersebar di
seluruh Tanah Air. Jumlah sekolah yang kondisinya berada diatas standar
nasional hingga saat ini hanya 30 persen. Untuk mendongkrak 70 persen jumlah
sekolah yang masih dibawah garis standar dibutuhkan waktu, biaya besar, guru
berkualitas dan metoda pembenahan yang berbeda-beda.
Pelaksanaan
UN baik dengan metode konvensional maupun Ujian Nasional Berbasis Komputer
(UNBK) yang semula diyakini bisa lebih efektif ternyata juga sarat masalah dan
banyak sekolah yang belum siap. UNBK yang diharapkan bisa mengatasi beragam
modus kecurangan ternyata justru menimbulkan keruwetan baru.
Euro
Management Indonesia mendukung program ujian akhir dilaksanakan secara
desentralisasi dengan catatan pemda harus benar-benar siap. Desentralisasi juga
menjadi momentum untuk membenahi standardisasi sekolah menengah, terutama SMK
agar terwujudnya link and match dalam pembangunan nasional. Standardisasi
sekolah kejuruan sangat beragam dan tidak sama setiap daerah. Tergantung dari
sumber daya lokal serta mengikuti perkembangan dunia industri dan transformasi teknologi.
Untuk
mewujudkan link and match perlu sinergi antara ikatan sekolah kejuruan, dunia
usaha/industri yang diwakili oleh KADIN serta praktisi atau ahli teknologi yang
memiliki pengalaman tentang transformasi industri dan teknologi di negara maju.
Konsep link and match yang dirumuskan oleh Profesor Wardiman Djojonegoro
(Mendikbud Kabinet Pembangunan VI ) pada saat ini masih relevan.
Perspektif
link menunjukkan proses yang berarti bahwa proses pendidikan selayaknya sesuai
dengan kebutuhan pembangunan, sehingga hasilnya pun cocok (match) dengan
kebutuhan tersebut.Baik dari segi jumlah, mutu, jenis, kualifikasi maupun
waktunya. Sistem pendidikan nasional sejak Indonesia merdeka hingga kini belum
mampu memenuhi tuntutan dunia usaha dan industri.
Desentralisasi
ujian kelulusan berimplikasi terhadap fleksibliitas pemda dalam menyusun dan
memenuhi portofolio ketenagakerjaan didaerahnya. Hal ini terutama terkait
dengan kebutuhan akan pendidikan vokasional atau kejuruan.
Revitalisasi
dan reorientasi pendidikan vokasional kini menjadi agenda penting pendidikan
nasional. Apalagi Presiden Joko Widodo menekankan perlu langkah cepat terhadap
vokasional utamanya yang ada di pelosok Tanah Air. Dengan cara menyiapkan
sekolah atau pelatihan kejuruan sesuai dengan kebutuhan industri dan dunia
usaha. Khususnya vokasional yang terkait sektor unggulan seperti maritim,
perhubungan, telekomunikasi, pariwisata, pertanian dan industri kreatif.
Presiden
kuatir bahwa angka pengangguran usia muda cukup tinggi menyebabkan produktivitas
nasional bermasalah. Ironisnya ditinjau dari latar belakang pendidikan,
pengangguran terbesar justru mereka yang lulusan SMK (9,84 persen). Angka itu
lebih tinggi dari pengangguran lulusan SMA (6,95 persen), SMP (5,76 persen) dan
SD (3,44 persen), dari 7,56 juta total pengangguran terbuka yang mencapai 20,76
persen .
Langkah
pemerintah yang berusaha meningkatkan produktivitas nasional lewat revitalisasi
program pendidikan vokasional sebaiknya dilakukan secara komprehensif. Utamanya
dengan menambah jumlah guru kejuruan dan meningkatkan kompetensinya. Dengan
cara mengirimkan guru-guru SMK ke negara maju yang memiliki industri yang kuat
dan mendunia.
Dengan
tiadanya UN, maka effort dan biaya yang selama ini tersita bisa dialihkan untuk
menata pendidikan vokasional yang notabene akan memperluas portofolio
kompetensi ketenagakerjaan di Tanah Air. Hal itu sebagai solusi untuk mengatasi
pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia yang sekitar 2,9 juta per tahun,
sebagian besar atau sekitar 80 % di antaranya adalah tenaga kerja yang kurang
terlatih. (***)
Atas perhatian dan kerjasama antara Euro
Management Indonesia dan rekan-rekan jurnalis media massa, baik media cetak
maupun elektronik, kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Jakarta, 28 November
2016
Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA
President Director & CEO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar